Kontak Bahasa
Thomason (2001:
1) berpendapat bahwa kontak bahasa adalah peristiwa penggunaan lebih dari satu
bahasa dalam tempat dan waktu yang sama. Kontak bahasa tidak menuntut penutur
untuk berbicara dengan lancar sebagai dwibahasawan atau multibahasawan, namun
terjadinya komunikasi antara penutur dua bahasa yang berbeda pun sudah
dikategorikan sebagai peristiwa kontak bahasa. Sebagai contoh, ketika dua
kelompok wisatawan yang sedang melakukan transaksi jual beli di Malioboro Jogja.
Antara penjual sebagi penutur bahasa jawa dan pembeli yang berbahasa asing
sama-sama menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Peristiwa komunikasi ini,
meskipun mungkin dalam bentuk yang sangat sederhana, sudah masuk dalam kategori
kontak bahasa.
Faktor Penyebab
Kontak Bahasa
Thomason (2001:
17-21) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kontak
bahasa dapat dikelompokan menjadi lima sebagai berikut.
a.
Adanya dua kelompok yang berpindah ke daerah yang tak berpenghuni kemudian
mereka bertemu disana.
Antartika,
sebagai tempat dimana tidak ada populasi manusia yang menetap disana, merupakan
contoh dari adanya kontak bahasa dengan sebab ini. Para ilmuwan dari berbagai
belahan dunia saling melakukan kontak bahasa dalam perkemahan mereka selama
berada disana.
b.
Perpindahan satu kelompok ke wilayah kelompok lain
Peristiwa
perpindahan satu kelompok ke wilayah kelompok lain bisa dengan cara damai atau
sebaliknya, namun kebanyakan tujuan dari adanya perpindahan ini adalah untuk
menaklukan dan menguasai wilayah dari penghuni aslinya. Sebagai contoh, pada
awalnya masyarakat Indian menerima kedatangan bangsa Eropa dengan ramah, begitu
pun sebaliknya. Namun, bangsa Eropa kemudian berkeinginan untuk memiliki tanah
Amerika, sehingga ketika jumlah mereka yang datang sudah cukup banyak, mereka
mengadakan penaklukan terhadap warga pribumi.
Perpindahan
juga bisa terjadi melalui peperangan. Namun, tidak semua kontak bahasa terjadi
melalui proses saling bermusuhan. Ada juga yang terjadi melalui perdagangan, penyebaran misi agama serta adanya perkawinan campuran antara
warga pribumi dan bangsa Eropa
selanjutnya kasus ini juga disebabkan oleh imigran seperti yang terjadi di New
Zealand. Namun demikian, di samping perpindahan dengan penaklukan dan
penguasaan tersebut, ada pula kontak bahasa yang terjadi dengan jalan damai,
yaitu perpindahan kelompok-kelompok kecil atau individu-individu yang tersebar
yang bergabung dengan para imigran yang telah datang lebih dulu dan menempati
wilayah itu sebelumnya seperti imigran yang datang ke Amerika.
c.
Adanya praktek pertukaran buruh secara paksa
Kontak bahasa
pada beberapa perkebunan di daerah Pasifik berawal ketika para buruh yang
dibawa kesana beberapa karena pemaksaan berasal dari berbagai pulau Pasifik
yang berbeda. Banyaknya orang Asia Selatan di Afrika Selatan pada awalnya
berasal dari pertukaran buruh pada industri tebu sekitar abad XIX. Hal ini
menyebabkan bahasa Tamil, salah satu bahasa India, menjadi bahasa minoritas di
negara tersebut. Adanya pertukaran buruh atau budak ini mendorong sosiolinguis
untuk membuat perbedaan antara yang secara sukarela atau yang dipaksa untuk
berpindah. Perbedaan ini tentu saja memengaruhi sikap mereka terhadap negara
yang dituju dan seringkali juga pada hasil kontak bahasa.
d.
Adanya hubungan budaya yang dekat antarsesama tetangga lama
Faktor ini
menyiratkan bahwa peristiwa kontak bahasa tisak mencari asal-usul terjadinya
kontak. Kontak bahasa juga terjadi sebagai hasil
dari perkawinan campuran diantara suku Aborigin Australia yang mempraktekan
eksogami yang terjadi di Vietnam selam terjadi peperangan. Lebih jauh lagi, ini
juga bisa terjadi sebagai hasil dari
perdagangan yang dilakukan antar kelompok-kelompok tetangga, pertemuan
antara siswa-siswa yang belajar di luar negeri, pengadopsian balita-balita
Rumania dan Rusia oleh pasangan-pasangan Amerika, atau bisa juga pelajar yang
sedang menjalani pertukaran pelajar dan harus menetap sementara di rumah penduduk
setempat.
e.
Adanya pendidikan atau biasa disebut ‘kontak belajar’
Bahasa inggris
pada era global ini lingua franca
dimana semua orang di seluruh dunia harus mempelajari bahasa Inggris jika
mereka ingin belajar Fisika, mengerti percakapan dalam film-film Amerika,
menerbangkan pesawat dengan penerbangan internasional, serta melakukan bisnis
dengan orang Amerika maupun orang-orang asing lainnya. Contoh lain dari kontak
belajar adalah bahasa Jerman baku di Swiss, dimana penutur bahasa Jerman
berdialek Swiss harus belajar bahasa Jerman baku di sekolah. Hal yang sama juga
terjadi pada orang muslim di seluruh dunia yang harus mempelajari bahasa Arab
klasik untuk tujuan keagamaan.
Akibat Kontak
Bahasa
Kontak bahasa berhubungan erat dengan
terjalinnya kegiatan sosial dalam masyarakat terbuka yang menerima kedatangan
anggota dari satu atau lebih masyarakat lain.Thomason (2001:157) mengatakan
bahwa adanya lingua franca menyebabkan
terjadinya kontak bahasa. Lebih jauh lagi, Thomason menyatakan bahwa tiga hal
akibat percampuran bahasa memunculkan bahasa pidgins, creol, dan bahasa bilingual campuran. Fenomena
tersebut merupakan fenomena yang saling terpisah, hanya saja untuk pidgin dan creol, dua hal tersebut terjadi secara alami bersama-sama. Pidgin
dan kreol muncul dalam konteks dimana orang-orang dari latar belakang
linguistik yang berbeda perlu mengadakan pembicaraan secara teratur, inilah
asal muasal lingua franca; sedangkan
bahasa bilingual campuran merupakan golongan bahasa tersendiri yang bukan
merupakan bahasa dari pergaulan luas.
o Apa itu pidgin
dan kreol ?
Thomason
(2001:159), menyatakan bahwa pidgin
secara tradisional adalah bahasa yang muncul dalam kontak situasi baru yang
melibatkan lebih dari dua kelompok kebahasaan. Kelompok-kelompok ini tidak
memiliki satupun bahasa yang diketahui secara luas diantara kelompok-kelompok
yang saling terkontak. Mereka perlu berkomunikasi secara teratur, namun untuk
tujuan yang terbatas, misalnya perdagangan. Dari beberapa kombinasi alasan
ekonomi, sosial dan politik, mereka tidak mempelajari bahasa yang digunakan
oleh masing-masing kelompok, melainkan hanya mengembangkan pidgin dengan
kosakata yang secara khusus digambarkan (meskipun tidak selalu) dari salah satu
bahasa yang mengalami kontak. Tata bahasa pidgin
tidak berasal dari salah satu bahasa manapun, melainkan merupakan sejenis
kompromi persilangan tata bahasa dari bahasa-bahasa yang terkontak, dengan
lebih atau sedikit terpengaruh oleh pembelajaran bahasa kedua universal; secara
khusus kemudahan belajar membantu menentukan struktur kebahasaan pidgin.
Pandangan-pandangan
mengenai pidgin di atas membawa beberapa implikasi, yaitu bahwa pidgin tidak memiliki penutur asli:
pidgin selalu digunakan sebagai bahasa kedua (atau ketiga, atau keempat,
atau...) dan secara khusus digunakan untuk tujuan terbatas bagi komunikasi
antarkelompok. Implikasi yang kedua, yaitu bahwa pidgin mempunyai lebih sedikit bahan atau materi linguistik
dibandingkan bahasa nonpidgin– lebih sedikit kata, serta tata bahasa dan sumber
gaya dalam sintak dan wacana yang terbatas.Contoh pidginisasi terjadi pada
kontak bahasa antara bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris di kawasan
pariwisata Bali.
Selanjutnya creol, sangat kontras dengan pidgin,
dimana creol mempunyai penutur asli
dalam komunitas ujaran. Seperti pidgin, creol
berkembang dalam kontak situasi yang didalamnya melibatkan lebih dari dua bahasa.
Creol secara khusus menggambarkan
leksikonnya, namun tidak tata bahasanya. Grammar creol sama seperti pidgin yang berasal dari persilangan bahasa yang
dikompromikan oleh kreator, seseorang yang mungkin atau tidak mungkin
memasukkan penutur asli dari bahasa lexfier.
Pada kenyataan beberapa bahasa creol
merupakan penutur asli pidgin.
Chaer dan
Agustina (2010: 84) berpendapat bahwa peristiwa-peristiwa kebahasaan yang
mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa adalah peristiwa bilingualisme, diglosia, alih kode, campur
kode, interferensi, integrasi, konvergensi, dan pergeseran bahasa.
Berikutnya kita akan membahas satu-persatu peristiwa tersebut.
1. Bilingualisme
Spolsky (1998:45)menyebutkan bahwa
bilingualisme ialah ketika seseorang telah menguasai bahasa pertama dan bahasa
keduanya. Sedangkan, Chaer (2007:65-66) menyampaikan beberapa pendapat ahli
sebagai berikut.
o Blomfield
(1995) mengartikan bilingual sebagai penguasaan yang sama baiknya oleh
seseorang terhadap dua bahasa.
o Weinrich (1968)
menyebutkan bahwa bilungual merupakan pemakaian dua bahasa oleh seseorang
secara bergantian; sedangkan
o Haugen (1966)
mengartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan tuturan yang lengkap
dan bermakna dalam bahasa lain yang bukan termasuk bahasa ibunya.
Dengan demikian, bilingualisme
merupakan penguasaan seseorang terhadap dua
bahasa atau lebih (bukan bahasa ibu) dengan sama baiknya dan terjadi
pada penutur yang telah menguasai B1 (bahasa pertama) serta mampu berkomunikasi
dengan B2 (bahasa kedua) secara bergantian seperti yang terjadi di Montreal dan
Kanada.
2. Diglosia
Ferguson (melalui Chaer dan Agustina,
2010: 92) menggunakan istilah diglosia untuk menyatakan keadaan suatu
masyarakat dimana terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup berdampingan
dan masing-masing mempunyai peranan tertentu ada ragam tinggi dan ragam rendah.
Contoh dari bahasa Jawa terdapat bahasa Jawa Ngoko, Madya, dan Kromo.
3. Alih kode
Apple (1976:79 melalui Chaer dan
Agustina, 107-108) mendefinisikan alih kode itu sebagai gejala peralihan
pemakaian bahasa karena berubah situasi. Berbeda dengan Apple yang menyatakan
alihkode itu antarbahasa, maka Hymes (1875:103) menyatakan alih kode itu bukan
hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antar ragam-ragam atau
gaya-gaya yang terdapat dalam suatu bahasa. Contoh alih kode ketika penutur A
dan B sedang bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa Sunda kemudian datang C
yang tidak mengerti bahasa Sunda maka A dan B beralih kode dalam bahasa
Indonesia yang juga dimengerti oleh C.
4. Campur kode
Thelender (1976: 103 melalui Chaer dan
Agustina, 115: 2010) menjelaskan mengenai alih kode dan campur kode. Bila dalam
suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa
bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi apabila di
dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan
terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid
clauses, hybrid phrases), dan masing-masing klausa atau frase itu tidak
lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah
campur kode bukan alih kode.Perhatikan percakapan berikut yang dilakukan oleh
penutur dwibahasawan Indonesia- Cina Putunghoa di Jakarta, diangkat dari
laporan Haryono (1990 melalui Chaer dan
Agustina, 2010: 117).
Lokasi :
di bagian iklan kantor surat kabar harian indonesia
Bahasa :
Indonesia dan Cina Putunghoa
Waktu :
senin, 18 November 1988, pukul 11. WIB
Penutur : informan III (inf) dan
pemasanga iklan (PI)
Topik :
memilih halaman untuk memasang iklan
Inf III : ni mau pasang di halaman
berapa? (anda, mau pasang di halaman berapa?)
PI :
di baban aja deh (dihalaman depan sajalah)
Inf III :mei you a! Kalau mau di halaman lain; baiel di
baban penuh lho! Nggak ada lagi! ( kalau mau di halaman lain. Hari selasa
halaman depan penuh lho. Tidak ada lagi)
PI :
na wo xian gaosu wodejingli ba. Ta yao di baban a (kalau demikian saya beri
tahukan direktur dulu. Dia maunya di halaman depan)
Inf III: hao, ni guosu ta ba. Jintian
degoang goa hen duo. Kalau mau ni buru-buru datang lagi (baik, kamu beri tahu
dia. Iklan hari ini sangat banyak. Kalau kamu mau harus segera datang lagi)
5. Interferensi
Interferensi adalah penyimpangan norma
bahasa masing-masing yang terjadi di dalam tuturan dwibahasawan (bilingualisme)
sebagai akibat dari pengenalan lebih dari satu bahasa dan kontak bahasa itu
sendiri. Interferensi meliputi interferensi fonologi, morfologi, leksikal, dan
sintaksis. Contoh interferensi fonologi pada kata Bantul èmBantul. Interferensi
morfologi pada kata terpukulèkepukul. Hal ini
terinterferensi bahasa Indonesia oleh bahasa Jawa. Interferensi sintaksis pada
kalimat di sini toko laris yang mahal
sendiriètoko laris adalah toko yang paling
mahal di sini. Interferensi leksikon pada kata kamanahèkemana (bahasa
Indonesia terinterferensi bahasa Sunda).
6. Integrasi
Integrasi merupakan bahasa dengan
unsur-unsur pinjaman dari bahasa asing dipakai dan dianggap bukan sebagai unsur
pinjaman, biasanya unsur pinjaman diterima dan dipakai masyarakat setelah
terjadi penyesuaian tata bunyi atau tata kata dan melalui proses yang cukup
lama. Contoh police dari bahasa
Inggris yang telah diintegrasikan oleh masyarakat Malaysia menjadi polis, kata research juga telah diintegrasikan
menjadi riset.
7. Konvergensi
Secara singkat Chaer dan Agustina
(2010: 130) menyatakan bahwa ketika sebuah kata sudah ada pada tingkat
integrasi, maka artinya kata serapan itu sudah disetujui dan converged into the new language. Karena
itu proses yang terjadi dalam integrasi ini lazim disebut dengan konvergensi.
Contoh berikut proses konvergensi bahasa indonesia dan sebelah kanan bentuk
aslinya.
Klonyoè eau de cologne
sirsakè zuursak
Sopir è chauffeur researchè riset
8. Pergesesan bahasa.
Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang
penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan
dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain (Chaer dan Agustina, 2010:
142). Kalau seorang atau sekelompok orang penutur pindah ketempat lain yang
menggunakan bahasa lain, dan bercampur dengan mereka maka akan terjadi
pergeseran bahasa.
Contoh
penelitian
Variasi Bahasa
Inggris pada Kawasan Pariwisata Di Bali
Oleh N.L Sutjiati Beratha
Penelitian ini menghasilkan bahwa variasi bahasa inggris
di Bali (Kuta, Ubud, Tanah Lot, dan Kali Bukbuk) disebabkan oleh dua faktor,
yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi interferensi interlingual, yakni interferensi dari
bahasa daerah mempengaruhi bahasa ke 2 atau ke tiga. Interferensi jenis ini
akan mengakibatkan penyederhanaan dan penerapan hipotesis yang salah, meliputi
interferensi fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Interferensi
fonologi, misalnya pada pengucapan kata /f/ atau /v/ diucapkan menjadi /p/.
Seperti contoh berikut “ok, never forget,
see you” menjadi “neper porget”.
Interferensi morfologi, misalnya penambahan sufiks /s/ pada nomina berverba
tunggal, “ this paintings is very old,
sir” seharusnya yang diucapakan “this
is a very old painting, sir”, selain contoh itu penutur bahasa Bali
biasanya juga memberikan pengulangan bentuk seperti dalam bahasa indonesia , “tomorrow-tomorrow come back, sir”.
Interferensi pada tataran sintaksis seperti pembalikan susunan kalimat,” coming in Bali your girl friend?”.
Interferensi leksikon ditunjukkan dalam penggunaaan leksikon holiday, leksikon tersebut diartikan
oleh orang Bali sebagai libur, namun dalam pemakaian dalam konteks berikut,
kiranya kurang tepat “ back, back, holiday”
seharusnya “please back ward, it is free”.
Interferensi berikutnya adalah interferensi
intralingual meliputi tataran morfologi dan leksikon. Pada tataran
morfologi seperti pada kalimat berikut “ you
say two coffees and teas” seharusnya yang diucapkan adalah “ did you say that you order two cups of
coffee and two glasses of tea” sedangkan pada tataran leksikon “ I like to hear classical music”
seharusnya “ I like to listen to
classical music”. Faktor eksternal dalam variasi yang ada di dalam
penelitian ini adalah disebabkan oleh kelompok sosial masyarakat Bali yang
menggunakan bahasa tersebut. Kemampuan berkomunikasi yang baik juga akan
menjadikan komunikasi secara baik pula, dengan adanya tiga kriteria berikut,
yakni kemampuan linguistik, keterampilan berinteraksi dan pengetahuan mengenai
budaya.
SUMBER
Beratha,
Sutjiati. N.L. 1999. Variasi Bahasa
Inggris Pada Kawasan Pariwisatadi Bali. Jurnal Humaniora, vol 12 (122-130)
Chaer, Abdul.
2007. Linguistik Umum. Jakarta:
Rineka cipta.
Chaer, Abdul
dan Agustina, Leonie. 2010. Sosiolinguistik
Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Thomason. G,
Sarah.2001.Language Contact.
Edinburg: Edinburg University Press Ltd.
Permadi, Tedi. Interferensi Non-Bahasa Indonesia Ke Dalam
Bahasa Indonesia:Tinjauan Atas Beberapa Hasil Penelitian. FPBSI:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar