Senin, 08 Juni 2015

Kontak Bahasa



Kontak Bahasa
Thomason (2001: 1) berpendapat bahwa kontak bahasa adalah peristiwa penggunaan lebih dari satu bahasa dalam tempat dan waktu yang sama. Kontak bahasa tidak menuntut penutur untuk berbicara dengan lancar sebagai dwibahasawan atau multibahasawan, namun terjadinya komunikasi antara penutur dua bahasa yang berbeda pun sudah dikategorikan sebagai peristiwa kontak bahasa. Sebagai contoh, ketika dua kelompok wisatawan yang sedang melakukan transaksi jual beli di Malioboro Jogja. Antara penjual sebagi penutur bahasa jawa dan pembeli yang berbahasa asing sama-sama menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Peristiwa komunikasi ini, meskipun mungkin dalam bentuk yang sangat sederhana, sudah masuk dalam kategori kontak bahasa.
Faktor Penyebab Kontak Bahasa
Thomason (2001: 17-21) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kontak bahasa dapat dikelompokan menjadi lima sebagai berikut.
a.    Adanya dua kelompok yang berpindah ke daerah yang tak berpenghuni kemudian mereka bertemu disana.
Antartika, sebagai tempat dimana tidak ada populasi manusia yang menetap disana, merupakan contoh dari adanya kontak bahasa dengan sebab ini. Para ilmuwan dari berbagai belahan dunia saling melakukan kontak bahasa dalam perkemahan mereka selama berada disana.
b.    Perpindahan satu kelompok ke wilayah kelompok lain
Peristiwa perpindahan satu kelompok ke wilayah kelompok lain bisa dengan cara damai atau sebaliknya, namun kebanyakan tujuan dari adanya perpindahan ini adalah untuk menaklukan dan menguasai wilayah dari penghuni aslinya. Sebagai contoh, pada awalnya masyarakat Indian menerima kedatangan bangsa Eropa dengan ramah, begitu pun sebaliknya. Namun, bangsa Eropa kemudian berkeinginan untuk memiliki tanah Amerika, sehingga ketika jumlah mereka yang datang sudah cukup banyak, mereka mengadakan penaklukan terhadap warga pribumi.
Perpindahan juga bisa terjadi melalui peperangan. Namun, tidak semua kontak bahasa terjadi melalui proses saling bermusuhan. Ada juga yang terjadi melalui perdagangan, penyebaran misi agama serta adanya perkawinan campuran antara warga pribumi dan bangsa Eropa selanjutnya kasus ini juga disebabkan oleh imigran seperti yang terjadi di New Zealand. Namun demikian, di samping perpindahan dengan penaklukan dan penguasaan tersebut, ada pula kontak bahasa yang terjadi dengan jalan damai, yaitu perpindahan kelompok-kelompok kecil atau individu-individu yang tersebar yang bergabung dengan para imigran yang telah datang lebih dulu dan menempati wilayah itu sebelumnya seperti imigran yang datang ke Amerika.
c.    Adanya praktek pertukaran buruh secara paksa
Kontak bahasa pada beberapa perkebunan di daerah Pasifik berawal ketika para buruh yang dibawa kesana beberapa karena pemaksaan berasal dari berbagai pulau Pasifik yang berbeda. Banyaknya orang Asia Selatan di Afrika Selatan pada awalnya berasal dari pertukaran buruh pada industri tebu sekitar abad XIX. Hal ini menyebabkan bahasa Tamil, salah satu bahasa India, menjadi bahasa minoritas di negara tersebut. Adanya pertukaran buruh atau budak ini mendorong sosiolinguis untuk membuat perbedaan antara yang secara sukarela atau yang dipaksa untuk berpindah. Perbedaan ini tentu saja memengaruhi sikap mereka terhadap negara yang dituju dan seringkali juga pada hasil kontak bahasa.
d.    Adanya hubungan budaya yang dekat antarsesama tetangga lama
Faktor ini menyiratkan bahwa peristiwa kontak bahasa tisak mencari asal-usul terjadinya kontak. Kontak bahasa juga terjadi sebagai hasil dari perkawinan campuran diantara suku Aborigin Australia yang mempraktekan eksogami yang terjadi di Vietnam selam terjadi peperangan. Lebih jauh lagi, ini juga bisa terjadi sebagai hasil dari perdagangan yang dilakukan antar kelompok-kelompok tetangga, pertemuan antara siswa-siswa yang belajar di luar negeri, pengadopsian balita-balita Rumania dan Rusia oleh pasangan-pasangan Amerika, atau bisa juga pelajar yang sedang menjalani pertukaran pelajar dan harus menetap sementara di rumah penduduk setempat.
e.    Adanya pendidikan atau biasa disebut ‘kontak belajar’
Bahasa inggris pada era global ini lingua franca dimana semua orang di seluruh dunia harus mempelajari bahasa Inggris jika mereka ingin belajar Fisika, mengerti percakapan dalam film-film Amerika, menerbangkan pesawat dengan penerbangan internasional, serta melakukan bisnis dengan orang Amerika maupun orang-orang asing lainnya. Contoh lain dari kontak belajar adalah bahasa Jerman baku di Swiss, dimana penutur bahasa Jerman berdialek Swiss harus belajar bahasa Jerman baku di sekolah. Hal yang sama juga terjadi pada orang muslim di seluruh dunia yang harus mempelajari bahasa Arab klasik untuk tujuan keagamaan.
Akibat Kontak Bahasa
Kontak bahasa berhubungan erat dengan terjalinnya kegiatan sosial dalam masyarakat terbuka yang menerima kedatangan anggota dari satu atau lebih masyarakat lain.Thomason (2001:157) mengatakan bahwa adanya lingua franca menyebabkan terjadinya kontak bahasa. Lebih jauh lagi, Thomason menyatakan bahwa tiga hal akibat percampuran bahasa memunculkan bahasa pidgins, creol, dan bahasa bilingual campuran. Fenomena tersebut merupakan fenomena yang saling terpisah, hanya saja untuk pidgin dan creol, dua hal tersebut terjadi secara alami bersama-sama. Pidgin dan kreol muncul dalam konteks dimana orang-orang dari latar belakang linguistik yang berbeda perlu mengadakan pembicaraan secara teratur, inilah asal muasal lingua franca; sedangkan bahasa bilingual campuran merupakan golongan bahasa tersendiri yang bukan merupakan bahasa dari pergaulan luas.
o   Apa itu pidgin dan kreol ?
Thomason (2001:159), menyatakan bahwa pidgin secara tradisional adalah bahasa yang muncul dalam kontak situasi baru yang melibatkan lebih dari dua kelompok kebahasaan. Kelompok-kelompok ini tidak memiliki satupun bahasa yang diketahui secara luas diantara kelompok-kelompok yang saling terkontak. Mereka perlu berkomunikasi secara teratur, namun untuk tujuan yang terbatas, misalnya perdagangan. Dari beberapa kombinasi alasan ekonomi, sosial dan politik, mereka tidak mempelajari bahasa yang digunakan oleh masing-masing kelompok, melainkan hanya mengembangkan pidgin dengan kosakata yang secara khusus digambarkan (meskipun tidak selalu) dari salah satu bahasa yang mengalami kontak. Tata bahasa pidgin tidak berasal dari salah satu bahasa manapun, melainkan merupakan sejenis kompromi persilangan tata bahasa dari bahasa-bahasa yang terkontak, dengan lebih atau sedikit terpengaruh oleh pembelajaran bahasa kedua universal; secara khusus kemudahan belajar membantu menentukan struktur kebahasaan pidgin.
Pandangan-pandangan mengenai pidgin di atas membawa beberapa implikasi, yaitu bahwa pidgin tidak memiliki penutur asli: pidgin selalu digunakan sebagai bahasa kedua (atau ketiga, atau keempat, atau...) dan secara khusus digunakan untuk tujuan terbatas bagi komunikasi antarkelompok. Implikasi yang kedua, yaitu bahwa pidgin mempunyai lebih sedikit bahan atau materi linguistik dibandingkan bahasa nonpidgin– lebih sedikit kata, serta tata bahasa dan sumber gaya dalam sintak dan wacana yang terbatas.Contoh pidginisasi terjadi pada kontak bahasa antara bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris di kawasan pariwisata  Bali.
Selanjutnya creol, sangat kontras dengan pidgin, dimana creol mempunyai penutur asli dalam komunitas ujaran. Seperti pidgin, creol berkembang dalam kontak situasi yang didalamnya melibatkan lebih dari dua bahasa. Creol secara khusus menggambarkan leksikonnya, namun tidak tata bahasanya. Grammar creol sama seperti pidgin yang berasal dari persilangan bahasa yang dikompromikan oleh kreator, seseorang yang mungkin atau tidak mungkin memasukkan penutur asli dari bahasa lexfier. Pada kenyataan beberapa bahasa creol merupakan penutur asli pidgin.
Chaer dan Agustina (2010: 84) berpendapat bahwa peristiwa-peristiwa kebahasaan yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa adalah peristiwa bilingualisme, diglosia, alih kode, campur kode, interferensi, integrasi, konvergensi, dan pergeseran bahasa. Berikutnya kita akan membahas satu-persatu peristiwa tersebut.
1.  Bilingualisme
Spolsky (1998:45)menyebutkan bahwa bilingualisme ialah ketika seseorang telah menguasai bahasa pertama dan bahasa keduanya. Sedangkan, Chaer (2007:65-66) menyampaikan beberapa pendapat ahli sebagai berikut.
o   Blomfield (1995) mengartikan bilingual sebagai penguasaan yang sama baiknya oleh seseorang terhadap dua bahasa.
o   Weinrich (1968) menyebutkan bahwa bilungual merupakan pemakaian dua bahasa oleh seseorang secara bergantian; sedangkan
o   Haugen (1966) mengartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan tuturan yang lengkap dan bermakna dalam bahasa lain yang bukan termasuk bahasa ibunya.
Dengan demikian, bilingualisme merupakan penguasaan seseorang terhadap dua  bahasa atau lebih (bukan bahasa ibu) dengan sama baiknya dan terjadi pada penutur yang telah menguasai B1 (bahasa pertama) serta mampu berkomunikasi dengan B2 (bahasa kedua) secara bergantian seperti yang terjadi di Montreal dan Kanada.
2.    Diglosia
Ferguson (melalui Chaer dan Agustina, 2010: 92) menggunakan istilah diglosia untuk menyatakan keadaan suatu masyarakat dimana terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup berdampingan dan masing-masing mempunyai peranan tertentu ada ragam tinggi dan ragam rendah. Contoh dari bahasa Jawa terdapat bahasa Jawa Ngoko, Madya, dan Kromo.
3.    Alih kode
Apple (1976:79 melalui Chaer dan Agustina, 107-108) mendefinisikan alih kode itu sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubah situasi. Berbeda dengan Apple yang menyatakan alihkode itu antarbahasa, maka Hymes (1875:103) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antar ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam suatu bahasa. Contoh alih kode ketika penutur A dan B sedang bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa Sunda kemudian datang C yang tidak mengerti bahasa Sunda maka A dan B beralih kode dalam bahasa Indonesia yang juga dimengerti oleh C.
4.    Campur kode
Thelender (1976: 103 melalui Chaer dan Agustina, 115: 2010) menjelaskan mengenai alih kode dan campur kode. Bila dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases), dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode bukan alih kode.Perhatikan percakapan berikut yang dilakukan oleh penutur dwibahasawan Indonesia- Cina Putunghoa di Jakarta, diangkat dari laporan Haryono  (1990 melalui Chaer dan Agustina, 2010: 117).

Lokasi                    : di bagian iklan kantor surat kabar harian indonesia
Bahasa                   : Indonesia dan Cina Putunghoa
Waktu                    : senin, 18 November 1988, pukul 11. WIB
Penutur : informan III (inf) dan pemasanga iklan (PI)
Topik                      : memilih halaman untuk memasang iklan
Inf III : ni mau pasang di halaman berapa? (anda, mau pasang di halaman berapa?)
PI                           : di baban aja deh (dihalaman depan sajalah)
Inf III                    :mei you a! Kalau mau di halaman lain; baiel di baban penuh lho! Nggak ada lagi! ( kalau mau di halaman lain. Hari selasa halaman depan penuh lho. Tidak ada lagi)
PI                           : na wo xian gaosu wodejingli ba. Ta yao di baban a (kalau demikian saya beri tahukan direktur dulu. Dia maunya di halaman depan)
Inf III: hao, ni guosu ta ba. Jintian degoang goa hen duo. Kalau mau ni buru-buru datang lagi (baik, kamu beri tahu dia. Iklan hari ini sangat banyak. Kalau kamu mau harus segera datang lagi)
5.    Interferensi
Interferensi adalah penyimpangan norma bahasa masing-masing yang terjadi di dalam tuturan dwibahasawan (bilingualisme) sebagai akibat dari pengenalan lebih dari satu bahasa dan kontak bahasa itu sendiri. Interferensi meliputi interferensi fonologi, morfologi, leksikal, dan sintaksis. Contoh interferensi fonologi pada kata Bantul èmBantul. Interferensi morfologi pada kata terpukulèkepukul. Hal ini terinterferensi bahasa Indonesia oleh bahasa Jawa. Interferensi sintaksis pada kalimat di sini toko laris yang mahal sendiriètoko laris adalah toko yang paling mahal di sini. Interferensi leksikon pada kata kamanahèkemana (bahasa Indonesia terinterferensi bahasa Sunda).
6.    Integrasi
Integrasi merupakan bahasa dengan unsur-unsur pinjaman dari bahasa asing dipakai dan dianggap bukan sebagai unsur pinjaman, biasanya unsur pinjaman diterima dan dipakai masyarakat setelah terjadi penyesuaian tata bunyi atau tata kata dan melalui proses yang cukup lama. Contoh police dari bahasa Inggris yang telah diintegrasikan oleh masyarakat Malaysia menjadi polis, kata research juga telah diintegrasikan menjadi riset.
7.    Konvergensi
Secara singkat Chaer dan Agustina (2010: 130) menyatakan bahwa ketika sebuah kata sudah ada pada tingkat integrasi, maka artinya kata serapan itu sudah disetujui dan converged into the new language. Karena itu proses yang terjadi dalam integrasi ini lazim disebut dengan konvergensi. Contoh berikut proses konvergensi bahasa indonesia dan sebelah kanan bentuk aslinya.
Klonyoè eau de cologne                   sirsakè zuursak
Sopir è chauffeur                              researchè riset
8.    Pergesesan bahasa.
Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain (Chaer dan Agustina, 2010: 142). Kalau seorang atau sekelompok orang penutur pindah ketempat lain yang menggunakan bahasa lain, dan bercampur dengan mereka maka akan terjadi pergeseran bahasa.
Contoh penelitian
Variasi Bahasa Inggris pada Kawasan Pariwisata Di Bali
Oleh N.L Sutjiati Beratha
Penelitian ini menghasilkan bahwa variasi bahasa inggris di Bali (Kuta, Ubud, Tanah Lot, dan Kali Bukbuk) disebabkan oleh dua faktor, yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi interferensi interlingual, yakni interferensi dari bahasa daerah mempengaruhi bahasa ke 2 atau ke tiga. Interferensi jenis ini akan mengakibatkan penyederhanaan dan penerapan hipotesis yang salah, meliputi interferensi fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Interferensi fonologi, misalnya pada pengucapan kata /f/ atau /v/ diucapkan menjadi /p/. Seperti contoh berikut “ok, never forget, see you” menjadi “neper porget”. Interferensi morfologi, misalnya penambahan sufiks /s/ pada nomina berverba tunggal, “ this paintings is very old, sir” seharusnya yang diucapakan “this is a very old painting, sir”, selain contoh itu penutur bahasa Bali biasanya juga memberikan pengulangan bentuk seperti dalam bahasa indonesia , “tomorrow-tomorrow come back, sir”. Interferensi pada tataran sintaksis seperti pembalikan susunan kalimat,” coming in Bali your girl friend?”. Interferensi leksikon ditunjukkan dalam penggunaaan leksikon holiday, leksikon tersebut diartikan oleh orang Bali sebagai libur, namun dalam pemakaian dalam konteks berikut, kiranya kurang tepat “ back, back, holiday” seharusnya “please back ward, it is free”. Interferensi berikutnya adalah interferensi intralingual meliputi tataran morfologi dan leksikon. Pada tataran morfologi seperti pada kalimat berikut “ you say two coffees and teas” seharusnya yang diucapkan adalah “ did you say that you order two cups of coffee and two glasses of tea” sedangkan pada tataran leksikon “ I like to hear classical music” seharusnya “ I like to listen to classical music”. Faktor eksternal dalam variasi yang ada di dalam penelitian ini adalah disebabkan oleh kelompok sosial masyarakat Bali yang menggunakan bahasa tersebut. Kemampuan berkomunikasi yang baik juga akan menjadikan komunikasi secara baik pula, dengan adanya tiga kriteria berikut, yakni kemampuan linguistik, keterampilan berinteraksi dan pengetahuan mengenai budaya.
SUMBER
Beratha, Sutjiati. N.L. 1999. Variasi Bahasa Inggris Pada Kawasan Pariwisatadi Bali. Jurnal Humaniora, vol 12 (122-130)
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka cipta.
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Thomason. G, Sarah.2001.Language Contact. Edinburg: Edinburg University Press Ltd.
Permadi, Tedi. Interferensi Non-Bahasa Indonesia Ke Dalam Bahasa Indonesia:Tinjauan Atas Beberapa Hasil Penelitian. FPBSI: Universitas Pendidikan Indonesia.

Bahasa dalam Komunikasi



Bahasa dalam Komunikasi
KOMUNIKASI BAHASA
Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat intraksi yangt hanya dimiliki manusia. Didalam kehidupannya dimasyarakat, sebenarnya manusia dapat juga menggunakan alat komunikasi lain, selain bahasa. Namun, tamapaknya bahasa merupakan alat bkomunikasi yang baik. Oleh karena itu, untuk memahami bagaimana wujud komunikasi yang dilakukan dengan bahasa ini, terlebih dahulu akan dibicarakan apa hakikat bahasa, apa hakikat komunikasi kemudian baru dibicarakan apa dan bagaimana komunikasi bahasa itu, serta apa dan bagaimana kelebihannya dari alat komunikasi lain.
HAKIKAT BAHASA
Hakikat bahasa itu antara lain adalah bahwa sistem bahasa itu sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbiter, produktif, dinamis, beragam, dan manusiawi. Bahasa adalah sebuah sistem, artinya bahasa itu bentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Bahasa selain bersifat sistematis juga bersifat sistemis. Sistemis maksudnyabahasa itu tersusun menurut suatu pola tertentu tidak tersusun secara acak atau sembarangan. Sedangkan sistemis artinya sistem bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, melainkan terdiri dari sejumlah subsistem, yakni subsistem fonilogi, subsistem morfologi, subsistem sintsksis, dan subsistem leksikon.
Sistem bahasa yang dibicarakan diatas adalah berupa lambang-lambang dalam bentuk bunyi. Artinya, lambang-lambang itu berbentuk bunyi, yang lazim disebut bunyi ujar atau bunyi bahasa. Setiap lambang bunyi memiliki  atau menyatakan sustu konsep atau makna. Jika ada lambang bunyi yang tidak bermakna atau tidak menyatakan suatu konsep, maka lambang tersebut tidak termasuk sistem suatu bahasa. Dalam bahasa indonesia satuan bunyi (air), (kuda) dan (meja) adalah lambang ujaran karna memiliki makna; tetapi bunyi-bunyi(rai), (akud), dan (ajem) bukan lah lambang ujaran karna tidak memiliki makna.
Lambang bunyi bahasa itu bersifat arbitrer. Artinya, hubungan antara lambang dengan yang dilambungkannya tidak brsifat wajib, bisa berubah, dantidak dapat di jelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepi makna tertentu. Bukti kearbitreran ini dapat juga dilihat dari banyaknya sebuah konsep yang dilambangkan dengan beberapa lambang bunyi yang berbeda. Misalnya, untuk konsep’setumpuk lembaran kertas bercetak atau berjilid’ dalam bahasa indonesia disebut (buku) dan (kitab).
Meskipun lambang-lambang bahasa itu bersifat arbitrer, tetapi juga bersifat kovensial. Artinya, setiap penutur bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan. Bahasa bersifat produktif, artinya dengan sejumlah unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas.
Bahasa itu bersifat dinamis, maksudnya, bahasa itu tidak terlepas dari berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tatarn apa saja; fonologis, morfologis, sintaksis, semantik, dan leksikon. Yang tampak jelas biasanya adalah pada tataran leksikon. Pada setiap waktu mukin saja ada  kosakata baru yang muncul, tetapi juga ada kosakata yang tenggelam, tidak digunakan lagi. Umpamanya kata kempa, perigi, dan centang-perenang yang dulu ada digunakan dalam bahasa indonesia.
Bahasa itu beragam, artinya meskipun sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasan yang berbeda.
Ciri-ciri bahasa seperti yang dibicarakan diatas, yang menjadi indikator akan hakikat bahasa adalah menurut pandangan linguistik umum (general linguistics), yang melihat bahasa sebagai bahasa. Menurut pandangan sosiolinguistik bahasa itu juga mempunyai ciri sebagai alat interaksi sosial dan sebagai alat mengidentifikasikan diri.
FUNGSI-FUNGSI BAHASA
Bahasa adalah alat untuk  berintraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti, alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Konsep bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran sudah mempunyai sejarah yang panjang jika kita menyulusuri sejarah studi bahasa studi bahasa pada masa lalu.
Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat atau berfungsi untuk menyamapikan pikiran dianggap terlalu sempit, sebab seperti dikemukan Firman (1972) bahwa yang jadi persoalan sosialinguistik adalah ”who speak what language to whom, when and to what end”. Oleh karna itu, fungsi-fungsi bahasa itu, antara lain, dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar, topik, kode, dan amanat pembicaraan.
Dilihat dari segi penutur, maka bahasa itu berfungsi sebagai persianol atau pribadi. Maksudnya, sipenutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Sipenutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak si penutur sedih, marah, atau gembira.
Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara. Maka bahasa itu berfungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar ( lihat finnocchiaro 1974;halliday 1973 menyebutkan fungsi insrumental; dan jakobson 1960 menyebutkan fungsi retorika). Disini bahasa itu tidak”hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dimuai si pembicara.
Dilihat dari segi kontak antara penutur dan pendengar maka bahsa disini berfungsi fatik (jakobson 1960; finnoochiaro 1974 menyebutkan interpersional; dan halliday 1973 menyebutkn interactional0, yaitu fungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasan bersahabat atau solidaritas sosial.
Dilihat dari segi topik ujaran, maka bahasa itu berfungsi referensial(finoocchiaro 1974;haliday1973 menyebutkan representational;jakobson 1960 menyebutkan fungsi kognitif),  ada juga yang menyebutkan fungsi denotatif atau fungsi informatif. Di sni bahasa itu berfungsi sebagai alat untuk membicarakan objek atau peristiwa  yang ada disekeliling penutur atau yang ada dalam dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial inilah yang melahurkan paham tradisional bahasa itu adalah alat untuk menyatakan bagaimana pendapat para penutur tentang dunia tentang dunianya.
HAKIKAT KOMUNIKASI
Salah satu fungsi bahasa seperti yang dibicarakan di atas ialah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi. Lalu, masalah kita sekarang adalah;apakah komunikasi itu. Dalam kita sekarang itu. Dalam webster is new collegiate dictionary (1981;225) dikatakan:
Comunication is a process by which information is exchange between individual through a cammon system of symbol, signs, or behaviour( komunikasi adlah komunikasi proses penukaran informasi antarvidual melalui sistem simbol, tanda, atau tingkah laku yang umum.
Kalau disimak batasan di atas, maka kita dapatkan tiga komponen yang harus ada dalam setiap proses komunikasi, yaitu( 1) pihak yang berkomunikasi, yakni pengirim dan penerima informasi yang dikomunikasikan, yang lazim disebut partisipan; (2) informasi belom di informasikan; dan (3) alat yang digunakan dalam komunikasi itu.
KOMUNIKASI BAHASA
Dalam setiap komunikasi  bahasa ada dua pihak yang terlibat yaitu : pengirim peasan (sender) dan penerima pesan  (receiver). Ujaran (berupa kalimatatau kalimat-kalimat) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (berupa gagasan, pikiran, saran, dan sebagainya) itu disebut pesan. Dalam hal ini pesan itu tidak lain pembawa gagasan (pikiran, saran, dan sebagainya) yang disampaikan pengirim (penutur) kepada penerima (pendengar). Setiap proses komunikasi bahasa dimulai isi pengirim merumuskan terlebih dahulu yang ingin diujarkan dalam suatu kerangka gagasan.
Ada dua macam komunikasi bahasa, yaitu: komunikasi searah dan komunikasi dua arah. Dalam komunikasi searah, si pengirim, dan si penerima tetap penerima. Komunikasi searah ini terjadi, misalnya, dalam komunikasi yang bersifat memberitahukan, khotbah dimesjid atau gereja, ceramah yagn tidak diikuti tanya jawab dan sebagainya. Dalam komunikasi dua arah, secara berganti-ganti si pengirim bisa menjadi si penerima, dan penerima bisa menjadi pengirim. Komunikasi dua arah ini terjadi, misalnya, dalam rapat, perundingan, diskusi, dan sebagainya.
Sebagai alat komunikasi, basaha itu terdiri dari dua aspek yaitu aspek linguistik dan aspek non linguistik atau para linguistik. Kedua aspek ini bekerjasama dalam membangun komunikasi bahasa itu. Aspek linguistik mencapai tataran fonologis, morfologis, dan sintaksis. Ketiga tataran ini terbentuknya yang akan disampaikan, yaitu semantik (yang didalamnya terdapat makna, gagasan, ide, dan konsep).
KEISTIMEWAAN BAHASA MANUSIA
Hakikat bahasa sebagai bahasa dan bahasa sebagai alat interaksi sosial sudah dibicarakan pada subbab di atas. Begitu juga hakikat komunikasi sebagai suatu sistem yang dimiliki manusia maupun yang ada pada dunia hewan. Setidaknya ada tiga pakar yang tertarik pada masalah ini, yaitu Hockett, Mc Neil, dan Chomsky. Bila disarikan dari Hockett dan Mc Neill setidaknya ada 16 butir ciri khusus yang membedakan sistem komunikasi bahasa dari sistem komunikasi makhluk lainnya. Keenam belas ciri itu adalah sebagai berikut:
1.      Bahasa itu menggunakan jalur vokal auditif.
2.      Bahasa dapat tersiar kesegala arah, tetapi penerimaannya terarah.
3.      Lambang bahasa yang merupakan bunyi itu cepat hilang setelah diucapkan.
4.     Partisipan dalam komunikasi bahasa dapat saling berkomunikasi (interchangeability)
5.     Lambang bahasa itu dapat menjadi umpan balik yang lengkap.
6.     Komunikasi bahasa mempunyai spesialisasi.
7     Lambang-lambang bunyi dalam komunikasi bahasa adalah bermakna atau merujuk pada hal-hal yang tertentu.
8.   Hubungan antara lambang bahasa dengan maknanya bukan ditentukan oleh adanya suatu ikatan antara keduanya, tetapi ditentukan oleh suatu persetujuan atau konvensi diantara para penutur suatu bahasa.
9.   Bahasa sebagai alat komunikasi manusia dapat dipisahkan menjadi unit satuan-satuan, yakni, kalimat, kata, morfem dan fonem.
10.  Rujukan atau yang sedang dibicarakan dalam bahasa tidak harus selalau ada pada tempat dan waktu kini.
11.  Bahasa bersifat terbuka. Artinya, lambang-lambang ujaran baru dapat dibuat sesuai dengtan keperluan manusia.
12. Kepandaian dan kemahiran untuk menguasai aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan berbahasa manusia diperoleh dari belajar bukan melalui gen-gen yang dibawa sejak lahir.
13.  Sehubungan dengan ciri(12) diatas maka bahasa itu dapat dipelajari.
14.  Bahasa dapat digunakan untuk menyatakan yang benar dan yang tidak benar, atau juga yang tidak bermakna secara logika.
15. Bahasa memiliki dua subsistem, yaitu subsistem bunyi dan subsistem makna, yang memungkinkan bahasa itu memiliki keekonomian fungsi.
16.  Ciri terakhir adalah bahasa itu dapat kita gunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri.
SUMBER
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta: Rineka Cipta
http://threeaningsih.blogspot.com/2013/05/sosiolinguistik-komunikasi-bahasa.html